Makalah
Linguistik
Fonologi
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Novi Ardianti 1401404161
Rahayu Gustam 14014041
Emi 1401404153
Pendidikan Bahasa Inggris
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
TAHUN AJARAN 2014-2015
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
kuasa, karena atas berkat dan karunia-Nyalah , kami dapat menyusun makalah
pendidikan agama yang berjudul “Pengertian Agama dan Agama Kristen”. Dalam
makalah ini kami membahas pengertian tentang agama jika dilihat dari berbagai
sudut pandang.
Dalam makalah ini kami menuliskannya dengan keterbatasan
kami, kami sadar makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna,bahkan
dikatakann baik pun belum tentu. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan
saran yang memmbangun untuk makalah kami ini dari pembaca.
Semoga makalah kami ini berguna bagi semua terutama pembaca.
Palopo, April 2015
Penulis
Daftar Isi
Sampul............................................................................................................................
Kata pengantar................................................................................................................
Daftar isi.........................................................................................................................
Bab I
Pendahuluan
a. Latar
belakang masalah............................................................................................................... 1
b. Rumusan
masalah........................................................................................................................... 1
c. Tujuan
penulisan ............................................................................................................................ 1
Bab II pembahasan
a. Pergeseran
Bunyi................................................................................................ 2
b. Fonem
dan alofon ............................................................................................. 2
c.
Pasangan Minimal .............................................................................................. 3
d.
Khazanah Fonem ............................................................................................... 9
e.
Fonotaktik .......................................................................................................... 10
f. Jenis
Fonem........................................................................................................ 11
Bab
III Penutup
a. Kesimpulan
........................................................................................................ 12
b. Saran
.................................................................................................................. 12
Daftar
Pustaka................................................................................................................ 13
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar
belakang
Pada bab aspek
Fisiologis Bahasa” telah dijelaskan bagaimana bunyi uajaran terjadi, dari mana
udara diperoleh’ bagaimana udara digerakkan, bagaimana aliran udara diatur
ditempat-tempat tertentu, dengan alat dan cara tertentu, bagaimana bunyi ujaran
dikelompokkan, faktor apa saja yang membedakan bunyi yang satu dengan bunyi
yang lain, dan kehadiran unsur suprasegmental disamping unsur segmental yang
berupa vokal dan konsonan. Semuanya itu membahas bunyi ujaran sebagai wujud
lahiriah bahasa.
Dalam bab ini
pembicaraan bunyi ujaran akan ditekankan pada fungsinya sebagai penanda
perbedaan makna. Itulah yang akan dibahas dalam fonologi. Dalam fonologi
dikenal satuan fonem dan perwujudannya yang disebut alofon dari fonem tersebut.
Hubungan antaralofon perangkaian fonem, cara membuktikan perbedaan fonemis, dan
caara menemukan fonem melalui analisis fonemik juga dibicarakan dalam makalah
ini
b.
Rumusan masalah
1.
Apa saja jenis atau macam-macam
pergeseran bunyi?
2.
Apa yang dimaksud dengan fonem?
3.
Bagaimana hubungan foenm dengan alofon?
4.
Apa yang dimaksud pasangan minimal?
5.
Apa saja yang menjadi Khazanah fonem?
6.
Apa saja yang termasuk jenis fonem?
c.
Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui jenis atau macam-macam
pergeseran bunyi.
2.
Untuk mengetahui dimaksud dengan fonem.
3.
Untuk mengetahui hubungan foenm dengan
alofon.
4.
Untuk mengetahui yang dimaksud pasangan
minimal.
5.
Untuk mengetahui yang di yang menjadi
Khazanah fonem.
6. Untuk
mengetahui yang termasuk jenis fonem.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pergeseran
Bunyi
Pada umumnya kita dapat
membedakan bunyi ujaran pria dari bunyi ujaran wanita, bunyi ujaran orang
dewasa dari bunyi ujaran anak-anak, bahkan sering kita dapat mengetahui siapa
yang berbicara hanya dengan mendengar suarannya. Semua itu memperlihatkan bahwa
bunyi ujaran yang diucapkan para penutur bahasa berbeda-beda.
Perbedaan ucapan tidak
hanya timbul karena penuturnya berbeda. Perbedaan itu juga dapat terjadi pada
diri setiap orang. Artinya, ucapan kita bergeser-geser kualitas dan
kuantitasnny. Pergeseran bunyi yang kita ucapkan ada dua macam : (1) pergeseran
yang terjadi karena bunyi yang bersangkutan terdapat pada posisi atau
lingkungan yang berbeda, (2) pergeseran yang terjadi meskipun posisi atau
lingkungan bunyi tersebut tetap sama.
Pergeseran macam
pertama diatas terjadi karena bunyi cenderung dipengaruhi lingkungannya.
Lingkungan suatu bunyi terutama berupa bunyi lain yang berdekatan dengan bunyi
itu. Dalam bahasa indonesia, misalnya vokal yang berada di belakang konsonan
sengauan akan bersengaukan karena pengaruh konsonan tersebut. Vokal pada kata ngangaI, misalnya keduanya disengaukan
karena pengaruh konsonan sengauan [ŋ]. Lingkungan suatu bunyi dapat juga berupa posisi bunyi tersebut dalam suatu suku
kata, atau kalimat. Vokal yang terdapat dalam suku kata tertutup cenderung
lebih pendek daripada yang terdapt dalam suku kata terbuka. Vokal yang ditulis
dengan huruf i pada kata cinta misalnya, cenderung lebih
pendek daripada yang terdapt pada kata cita.
Pergeseran juga dapat
terjadi pada bunyi konsonan, misalnya karena pengaruh vokal. Perhatikan
perbedaan diantara bunyi yang dilambangkan dengan ketiga huruf k, dalam kata
kakiku. Kalau konsonan pertama [k], daerah dianggap mempunyai daerah artikulasi
yang normal, konsonan yang kedua [k]
daerah artikulasinya lebih kedepan daripada yang normal, dan konsonan
yang ketiga [k] tempatnya lebih ke belakang daripada konsonan pertama. Kita
melihat bahwa vokal [i] sebagai vokal depan menyebabkan pergeseran [k] kedepan
sedangkan vokakl [u] menyebabkan pergeseran [k] lebih ke belakang dari posisi
normal.
Pergeseran macam kedua
terjadi karen alat-alat ucap kita mampu
dengan sengaja mengucapakan dua bunyi yang bebar-benar sama. Pergeseran itu
biasannya sangat kecil, tetapi kadang-kadang agak besar juga, seperti
pergeseran diantara [e] dan [ɛ] atau diantara [o] dan [ͻ]. Kita dapat
mengucapkan vokal pertama kata seperti rela,
meja, beda sebagai [e] maupun sebagai [ɛ]; kita dapat mengucapkan vokal
pertama kata seperti bola, roda, dan kota sebagai [o] ataupun sebagai [ͻ].
Orang awam pada umumnya
tidak mendengar pergeseran-pergeseran kecil dalam pengucapan bunyi ujarannya
sendiri. Ia dibiasakan hanya memperhatikan perbedaan bunyi yang fungsional,
yang dalam bahasannya penting untuk membedakan makna.
Sebgai contoh dapat dikemukakan yang berikut. Untuk
orang yang sudah terlatih dalam fonetik,
huruf i pertama dan huruf i kedua dalam kata bilik mewakili bunyi-bunyi yang
berbeda, yaitu [i] dan [I]. Sebaliknya, bagi orang awam indonesia pada umumnya,
perbedaain itu tidak ada atau tidak merek sadari. Lain halnya perbedaan i
(dalam kata tiga) dengan e (dalam kata tega), misalnya. Perbedaan itu terdengar jelas oleh para penutur
bahasa indonesia karena perbedaan itu bersifat fungsional, yakni penting untuk
menandai perbedaan makna kedua kata yang dijadikan contoh.
Apakah perbedaan itu bersifat fungsional atau
tidak fungsional bergantung kepada
bahasanya.yang fungsionalnya dalam bahasa indonesia tidak harus fungsional pula
dalam bahsa lain. Sebaliknya, yang tidak fungsional dalam bahsa indonesia (
yang umumnya tidak disadari oleh pemakai bahasa indonesia) mungkin saja
bersifat fungsional dalam bahsa lain ( dan ditangkap dengan jelas perbedaannya
oleh penutur bahasa lain itu). Sebagai contoh, perbedaan[ r] dengan [l] – yang
terdengar jelas oleh para penutur bahasa indonesia – pada umumnya tidak akan
terdengar oleh telinga ekabahasawan Jepang atau Korea karena perbedaan itu,
jika ada, tidak bersifat fungsional dalam kedua bahasa itu. Sebaliknya
perbedaan diantara vokal pertama dan vokal kedua dalam kata bilik mungkin terdengar jelas seklai oleh penutur
bahasa inggris. Perbedaan dalam penangkapan perbedaan bunyi ini tidak
disebabkan oleh struktur antomis yang berbeda pada telinga oranag indonesia
jepang korea, dan inggris, tetapi oleh pembiasaaan yang mengikuti sistem
fonologi yang berlaku dalam bahasa masing-masing.
B. Fonem
Secara tidak sadar para penutur asali setiap bahsa
mengelompokkan berbagai bunyi uajaran yang mereka ucapkan kedalam sejumlah
satuan bunyi fungsional terkecil yang disebut fonem. Dengan demikian , fonem merupakan
satuan hasil penyarian atau abstraksi dari bunyi-bunyi ujaran yang diucapkan
oleh para penutur tersebut. Kita dapat mengatakan bahwa bunyi-bunyi ujaran
adalah realisasi atau wujud lahiriah fonem.
Fonem, realisasi fonem, pengolongan fonem,
distribusi fonem, dan aliran fonem adalah hal-hal yang dopelajari dalam materi
ini.
Suatu fonem dinyatakan atau direalisasikan oleh
beberapa bunyi. Dalam bahasa indonesia,
misalnya kita dapati bahwa fonem /k/ antara lain direalisasikan oleh bunyi
[k],[k̭], [ḳ], dan [k̚]; fonem /i/ antara lain dinyatakan oleh bunyi [i], [i:],
[i͂], [i͂:],[I], dan [I͂].
Walaupun fonem tidak sama dengan bunyi ujaran, fonem
diberi nama sesuai dengan nama bunyi yang merealisasikannya. Nama-nama itu
misalnya konsonan bilabial, konsonan geseran velar bersuara, vokal depan atas
tak bundar, dan vokal belakang tengah bundar. Lambang yang digunakanpun sama
dengan yang digunakan untuk melambangkan bunyi. Perbedaannya, lambang fonem
ditaruh di antara dua garis miring, sedangkan lambang bunyi ditaruh dalam tanda
kurung siku. Jadi misalnya /m/ adalah fonem konsonan sengauan bilabial,,
sedangkan [m] adalah bunyi konsonan sengauan bilabial.
C. Fonem
dan Alofon
Bunyi-bunyi yang merupakan wujud lahiriah suatu
fonem disebutalofon-alofon, anggota fonem, atau varian fonem tersebut. Dalam
contoh di atas, bunyi [k] (dalam kata akar),
[k̭] (dalam kata kita), [ḳ] (dalam kata kuat), dan [k̚] (dalam kata antik)
adalah empat alofon diantara alofon-alofon fonem /k/; bunyi [i] (dalam kata
praktis), [i:] (dalam kata kali), [i͂] (dalam kata mengincar), [i͂:] (dalam
kata ngilu), [I] (dalam kata petik), dan [I͂] (dalam kata angin) adalah
alofon-alofon fonem /i/.
Kita dapat melihat bahwa alofon-alofon
suatu fonem merupakan bunyi-bunyi yang hampir sama secara artikulatoris. Kita
dapat mengatakan bahwa alofon-alofon suatu fonem memperlihatkan kemiripan
fonetis.
Selanjutnya, kita juga melihat bahwa
perbedaan bunyi yang tampak pada alofon-alofon suatu fonem rupannya terjadi
karena pengaruh lingkungan alofon-alofon itu masing-masing. Telah kita lihat,
misalnya, bahwa [k̭] terjadi karena pengaruh vokal depan /i, sedangkan [ḳ]
terjadi karena pengaruh vokal belakang /u/. Demikian juga berbagai wujud
lahiriah fonem /i/ di atas, masing-masing mempunyai tempat atau lingkungan yang
khas, yang tidak dapat dipertukarkan tanpa menimbulkan kesan kejanggalan ucap
an. Hubungan diantara sesama alofon suatu fonem yang berciri demikian itu
disebut hubungan saling mengecualikan atau saling melengkapi atau komplementer.
Hubungan itu disebut hubungan saling mengecualikan atau saling melengkapi atau
komplementer karena alofon-alofon suatu fonem bersama-sama membangun citra
fonem tersebut.
Sebagai contoh lain dapatlah disebut pelafalan
konsonan letupan tak bersuara dalam bahsa inggris. Pada awal kata, di depan
vokal yang bertekanan, konsonan-konsonan tersebut di lafalkan dengan tambahan
embusan udara yang disebut aspirasi.
Pace [phes] ‘langkah’
Tone
[thon] ‘ nada’
Can
[khæn] ‘ kaleng’
Aspirasi
tersebut tidak ada bila letupan tak bersuara itu terdapt langsung sedudah /s/`
Space [spes] ‘ruang’
Stone [ston] ‘batu’
Scan [skæn] ‘tatap selintas’
Lain
lagi lafal ketiga konsonan itu pada akhir suku kata atau pada akhir kata. Pada
posisi ini ketigannya di ucapkan dengan lafal yang disebut “ tak di letupkan”
atau “ tak lepas”.
Rap [ræp̚] ‘ketuk’
Rat [ræt̚] ‘tikus’
Rack [ræk̚] ‘rak’
Ketiga macam lafal konsonan ketupan tak bersuara
diatas – dengan aspirasi, tanpa aspirasi, dan tak di letupkan- ternyata tidak
dapat dipertukarkan. Orang inggris tidak pernah terdengar melafalkan *[pes],
*[phes], *[p̚es], *[sp̚ es], *[ræph], *[ræth],
*[rækh], *[sthon], *[skhæn]- tanda *
menunjukkan bahwa bentuk bersangkutan tidak diucapkan penutur atau hanya
bersifat hipotesis.
Alofon –alofon suatu fonem dapat juga menunjukkan
ciri hubungan yang disebut bervariasi bebas. Alofon-alofon demikian dapt dipertukarkan
di tempat yang sama. Hal ini- seperti yang telah disebutkan di awal-dapat
terjadi terutama karena alat ucap manusia pada dasarnya tidak mampu melafalkan
dua bunyi yang benar-benar sama berturut-turut dengan sengaja. Jika [o] dan [ͻ]
adalah dua dari alofon-alofon fonem /o/ bahasa indonesia, dan jika penutur
bahasa indonesia bebas mengucapkan [bola] maupun [bͻla], kata [kota[ maupun
[kͻta], [dosa] maupun [dͻsa], maka dapatlah dinyatakan bahwa [o] dan [ͻ]
bervariasi bebas. Perhatikan bahwa pemakaian [o] atau [ͻ] tidak menyebabkan
perubahan makna.
Dari uraian mengenai fonem dan alofon di atas, kita
dapat mengatakan bahwa alofon-alofon suatu fonem (1) memperlihatkan kemiripan
fonetis dan (2) saling mengecualikan atau bervariasi bebas.
D. Pasangan
Minimal
Untuk memperlihatkan atau membuktikan bahwa dua
bunyi tertentu, terutama yang berkemiripan fonetis, merupakan dua fonem yang
berbeda- dengan kata lain perbedaan diantara keduannya bersifat
fungsional-dapat dipakai cara memperbandingkan contoh-contoh ujaran dengan
perbedaan minimal dalam bunyi. Dua ujaran yang berbeda maknanya dan berbeda
minimal dlaam bunyinya seperti itu disebut pasangan minimal. Dengan
memperbandingkan kata karung dan kalung, misalnya dapat diperlihatkan bahwa
kedua contoh itu hanya dibedakan oleh [r] dan [l]. Artinya perbedaan [t] dengan
[l] adalah perbedaan yang penting bagi pemakaian bahasa indonesia. Dengan kata
lain, perbedaan [r] dengan [l] bersifat fonemis; kedua bunyi itu merupakan dua
fonem yang berbeda, yakni /r/ dan /l/.
Dalam bahasa prancis perbedaan fonemis di antara [ɛ]
dan [ɛ͂] dan di antara [a] dan [a͂], misalnya dapat dibuktikan dengan
mengajukan pasangan minimal seperti [pɛ] paix ‘kedamaian’ dan [pɛ͂] pain ‘roti’
serta [ra] rat ‘tikus’ dan [ra͂] rang ‘baris’. Dengan demikian, dalam bahasa
pransic kita dapati fonem-fonem /ɛ/, /ɛ͂/ ,/a/, /a͂/.
Dalam bahasa mandarin konsonan beraspirasi dan
konsonon pasangannya yang tak beraspirasi, misalnya [ch] dan [c],
merupakan dua fonem yang berbeda- /ch/ dan /c/. Pasangan minimal seperti
[chi] chí ‘pegang’ dan [cí] jí ‘penyakit’ membuktikan hal itu.
Dari kontras minimal seperti [alif] ‘huruf Alif’,
dan [ali:f] ‘akrab’, [la] ‘sesungguhnya’ dan [la:] ‘tidak’, bahasa Arab
menunjukkan bahwa vokal pendek dan vokal panjang berbeda secara fonemis : /i/,
/i:/, /a/, /a:/.
Pasangan minimal [wәḓi] wedi ‘takut’ dan [wәɖi]
wedhi ‘pasir’ menunjukkan bahwa dalam bahasa Jawa [ḓ] dental dan [ɖ]
retrofleks merupakan realisasi dari dua fonem yang berbeda, yakni /ḓ/ dan /ɖ/.
E. Khazanah
Fonem
Dengan menggunakan pasangan-pasangan minimal sebagai
cara utama dan cara-cara lain yang belum dibicarakan di sini, fonem-fonem suatu
bahasa dapat ditunjukkan.
Jumlah fonem suatu bahasa disebut
khazanah fonem atau perbendaharaan fonem bahasa tersebut. Bahasa indonesia
mempunyai 24 fonem (/i, e, a, ә, o, u, p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n͂, ŋ, s,
h, r, l, w, y/) atau 28 fonem ( jika /f, z, ∫, x/ dianggap sudah terserap dalam
bahasa indonesia).
F. Fonotaktik
Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik,
yakni dalam merangkai fonem untuk membentuk satuan fonologis yang leih besar,
misalnya suku kata. Bahasa indonesia mempunyai pola suku kata V, VK KV, KVK,
dan mengenal pola suku kata VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK, KKKV, dan KKKVK dalam
ragam bakunya ( V= vokal, K= konsonan).
Pola=pola suku kata di atas mungkin saja terdapat
dalam bahasa lain, tetapi perbedaan dapat timbul dlam pengisian pola-pola
tersebut dengan fonem. Misalnya dalam bahsa indonesia tidak dijumpai suku kata
yang berakhiran dengan /c atau /j/, sedangkan dalam bahsa inggris suku kata
seperti itu ada, sperti dalam kata catch
dan judge. Sebaliknya, dalam bahasa inggris
tidak dijumpai suku kata yang mulai dengan /ŋ/, sedangkan dalam bahsa indonesia
suku kata seprti itu ada pada kata nganga
dan ngilu.
Baik bahsa jawa maupun bahsa inggris mempunyai pola
suku kata yang dimulai dengan tiga konsonan – KKKV(K). Namun, dalam bahsa jawa
konsonan oertama rangkaian itu selalu berupa konsonan sengau ( misalnya
/mbr˴,mbl˴ mby˴, nɖr˴, nḓr, ŋgl˴ ŋgr˴/), seperti dalam kata mbrebes mili, mbledhos, mbyayaki, ndhredeg,
ndremimil, nggladhi, nggraji, sedangkan dalam bahasa inggris konsonan
pertama itu selalu berupa /s/ (/str˴, skr˴, spr˴, spl˴, skw˴, sky˴/), seperti
dalam kata strike, scream, spray, split,
aquadron, dan skewer.
G. Jenis
Fonem
Jenis fonem yang dibicarakan diatas (vokal dan
konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang
membentuk arus ujaran. Kata bintang,
misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen - /b/, /i/, /n/,
/t/, /a/, /ŋ/. Karena itu, fonem jenis ini di sebut fonem segmental.
Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa
fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya
unsur-unsur suprasegmental dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem
suprasegmental.
Dalam bahasa batak toba kata /itәm/ berarti ‘
(pewarna) hitam’, sedangkan /itͻm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti
‘saudaramu’. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak
tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional.
Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa
inggris berikut. Di sini perubahan letak
tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya.
Kata
benda kata
kerja
‘import ‘import ‘ im’port ‘mengimpor’
‘insult ‘penghinaan’ in’sult ‘menghina’
‘object ‘objek’ ob’ject ‘berkeberatan’
‘permit ‘izin’ per’mit ‘mengizinkan’
Kata majemuk inggris antara lain dibedakan dari frasa biasa karena
penempatan tekanannya. (perbedaan cara mengejanya hanyalah kebetulan).
‘white house ‘gedung putih’ white
‘house ‘rumah putih’
‘blackboard ‘papan
tulis’ black’ board ‘papan
hitam’
‘greenhouse ‘rumah kaca’ green ‘house ‘rumah hijau’
Didunia terdapat bahasa-bahasa ton ( bahasa nada),
yakni bahasa yang menggunakan nada untuk membedakan makna leksikal. Macam
nadannya (misalnya nada rendah, normal, tinggi, mendatar, turun, turun naik)
bergantung kepada bahasanya. Bahasa Zulu dan Yaruba di Afrika, bahasa Cina
Mandarin, Bahasa Thai, dan bahasa Birman merupakan contoh bahasa ton.
Perbedaan makna kata-kata Cina Mandarin di bawah ini
di tandai oleh perbedaan nada yang dipakaikan dalam rangkaian segmen yang sama.
fū
(nada tinggi datar) ‘suami’ ; ’kulit’; ‘menetaskan;
‘mengoleskan’*
fú (nada naik) ‘menyokong’;
‘pakaian’; ‘kebahagiaan’; ‘ruji’; dll. *
fǔ (nada turun naik) ‘bahaya’; ‘hanya’; ‘menghibur’; ‘kapak’; dll*
fù (nada turun) ‘batas’;
‘ayah’; ‘menyerahkan’; ‘menghadiri’; dll*
(*
arti yang berbeda-beda itu ditulis dengan huruf yang berbeda pula.)
Dalam contoh bahasa Ngbaka (bahasa Sudan di Congo
Utara, Afrika) berikut nada berfungsi menambahkan makna tertentu, yakni kala,
kepada makna leksikal yang ada pada rangkaian segmennya.
Kala kini
à ā ǎ ‘menaruh’
wà wā wǎ ‘membersihkan’
sà sā sǎ ‘memanggil’
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
Pengetahuan
mengenai fonologi suatu bahasa mempunyai berbagai manfaat. Dalam pengajaran
bahasa pembandingkan fonologi bahasa pelajar dan fonologi bahasa yang diajarkan
sangat berguna dalam penyusunan pelajaran lafal, misalnya menurut derajat
kesulitannya. Dengan keterampilan melakukan analisis fonemik, suatu sistem
ejaan yang praktis dapat dibuat untuk bahasa itu atau untuk memperbaiki sistem
ejaan yang sudah ada. Dalam studi suasastra, misalnya masalah seperti rima dan
aliterasi jelas berhubungan dengan struktur fonologis bahasa yang bersangkutan.
Dalam
studi morfologi pengetahuan fonologi berguna untuk menggambarkan berbagai
perubahan bentuk fonologis morfem, misalnya ketika terjadi proses afiksasi.
Dalam
studi sintaksis, pengetahuan mengenai unsur suprasegmental akan bermanfaat
antara lain untuk memahami makana kalimat yang diucapkan.
Studi
fonologi berkembang dengan pesat. Berbagai cara memandang fenomena fonologi
telah menimbulkan berbagai aliran yang menarik.
b. Saran
Sebagai
seorang peserta calon guru sebaiknya kita harus bisa mengimplementasikan ajaran
fonologi ini dengan baik.
Daftar Pustaka
Abercrombie,
D. 1967. Elements of General Phonetics. Edinburgh University Press.
Bolinger,
D. 1968. Aspescts of Language. New York: Harcourt, Brace and World, Inc.
Buchanan,
Cynthia D. 1963. A Programmed Introductionto Linguistics: Phonectics and
Phonemics. Boston: D.C. health and Company.
0 komentar:
Posting Komentar